Bagaimana
jika sebetulnya bumi berbentuk trapesium? Bagaimana jika sebetulnya alam
semesta hanya sebesar kelereng yang dimainkan oleh alien? Bagaimana sebetulnya
dia tidak mencintaimu? Bagaimana jika sebetulnya kita semua hanya sedang
berhalusinasi serempak? Bagaimana jika sebetulnya kau sedang bermimpi dan semua
hal yang kau tahu tidak betul-betul nyata; termasuk aku, termasuk kekasihmu,
termasuk tulisan yang kau baca? Ada beberapa hal di dunia ini yang memang
tidak/belum ada jawabannya. Dan itu membawa kita pada sesuatu bernama
‘pemikiran’.
Kita semua memiliki pemikiran kita
masing-masing, juga hal yang kita percayai sendiri-sendiri. Hanya karena kau
merasa apa yang kau pelajari itu betul, bukan berarti kau mesti beradu argument
dengan orang-orang yang tidak sepaham denganmu. “cogito ergo sum”, ucap
Descartes ( Filsuf asal Prancis). Yang artinya “aku berpikir maka aku ada”. Lantas
jika sibuk menerima tanpa mempertanyakan, menyutujui tanpa meragukan,
menghrapkan tanpa mengusahakan, dan meyakini tanpa tahu apa yang kita yakini,
apakah itu menjadikan kita berpikir? Apakah itu menjadikan kita ada?
Orang yang pandai takkan memaksakan
keyakinannya pada orang lain; orang yang pandai akan menerima perbedaan dan
mampu berjalan beriringan dengan mereka yang tidak berprinsip sama. Bukankah
perbedaan membuat kita kaya? Bukankah celana dan baju tak perlu satu warna agar
enak dilihat? Bukankah pelangi pun indah saat berwarna-warni?
Aku percaya bumi itu bulat, karena
aku percaya dengan sains. Perihal kau mau percaya dengan teori bumi datar yang
kau pelajari di internet, itu urusanmu. Aku percaya karakteristik manusia
ditentukan oleh lingkungannya. Perihal kau percaya karakteristik manusia
ditentukan oleh zodiak dan golongan darah, itu urusanmu. Aku percaya sebagai
umat beragama akan lebih baik beribadah daripada sibuk memikirkan konspirasi
mata satu. Perihal kau mau mengulik iluminati dan freemason yang belum terbukti
kebenerannya, itu urusanmu. Permintaanku cuma satu: jangan paksakan pendapatmu.
Yang diapksa-paksa itu biasanya tidak enak.
Kita
sering lupa bahwa kita adalah manusia, sama-sama berdarah merah dan sama-sama
menghirup oksigen. Kita senantiasa
membanggakan daerah dan negarakita; memegang teguh nilai-nilai yang kita
yakini; kemudian lupa bahwa kebenaran dan kesalahan selalu mempunyai banyak
wajah. Semoga kita bisa lebih banyak menangkap, dan lebih sedikit menghakimi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar