Minggu, 13 Januari 2019

Aku berpikir maka aku ada




            Bagaimana jika sebetulnya bumi berbentuk trapesium? Bagaimana jika sebetulnya alam semesta hanya sebesar kelereng yang dimainkan oleh alien? Bagaimana sebetulnya dia tidak mencintaimu? Bagaimana jika sebetulnya kita semua hanya sedang berhalusinasi serempak? Bagaimana jika sebetulnya kau sedang bermimpi dan semua hal yang kau tahu tidak betul-betul nyata; termasuk aku, termasuk kekasihmu, termasuk tulisan yang kau baca? Ada beberapa hal di dunia ini yang memang tidak/belum ada jawabannya. Dan itu membawa kita pada sesuatu bernama ‘pemikiran’.


            Kita semua memiliki pemikiran kita masing-masing, juga hal yang kita percayai sendiri-sendiri. Hanya karena kau merasa apa yang kau pelajari itu betul, bukan berarti kau mesti beradu argument dengan orang-orang yang tidak sepaham denganmu. “cogito ergo sum”, ucap Descartes ( Filsuf asal Prancis). Yang artinya “aku berpikir maka aku ada”. Lantas jika sibuk menerima tanpa mempertanyakan, menyutujui tanpa meragukan, menghrapkan tanpa mengusahakan, dan meyakini tanpa tahu apa yang kita yakini, apakah itu menjadikan kita berpikir? Apakah itu menjadikan kita ada?

            Orang yang pandai takkan memaksakan keyakinannya pada orang lain; orang yang pandai akan menerima perbedaan dan mampu berjalan beriringan dengan mereka yang tidak berprinsip sama. Bukankah perbedaan membuat kita kaya? Bukankah celana dan baju tak perlu satu warna agar enak dilihat? Bukankah pelangi pun indah saat berwarna-warni?

            Aku percaya bumi itu bulat, karena aku percaya dengan sains. Perihal kau mau percaya dengan teori bumi datar yang kau pelajari di internet, itu urusanmu. Aku percaya karakteristik manusia ditentukan oleh lingkungannya. Perihal kau percaya karakteristik manusia ditentukan oleh zodiak dan golongan darah, itu urusanmu. Aku percaya sebagai umat beragama akan lebih baik beribadah daripada sibuk memikirkan konspirasi mata satu. Perihal kau mau mengulik iluminati dan freemason yang belum terbukti kebenerannya, itu urusanmu. Permintaanku cuma satu: jangan paksakan pendapatmu. Yang diapksa-paksa itu biasanya tidak enak.

            Kita sering lupa bahwa kita adalah manusia, sama-sama berdarah merah dan sama-sama menghirup oksigen. Kita senantiasa membanggakan daerah dan negarakita; memegang teguh nilai-nilai yang kita yakini; kemudian lupa bahwa kebenaran dan kesalahan selalu mempunyai banyak wajah. Semoga kita bisa lebih banyak menangkap, dan lebih sedikit menghakimi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar